Sabtu, 05 Februari 2011

Asal Mula Cianjur

 Pada zaman dahulu di daerah Jawa Barat ada seorang lelaki yang sangat kaya. Seluruh sawah dan ladang di desanya menjadi miliknya. Penduduk desa itu hanya menjadi buruh tani lelaki tersebut. Orang kaya itu di juluki Pak Kikir oleh penduduk desa.

 Ia mempunyai seorang Putra. Bahkan terhadap anak laki-laki tunggalnya pun ia berlaku pelit. Putra Pak Kikir berwatak baik, walaupun watak ayahnya itu sudah terkenal ke seluruh desa. Tanpa sepengetahuan ayahnya Putra Pak Kikir selalu membantu tetangga dan penduduk desa yang sedang kesulitan.

 Pada suat hari, Pak Kikir harus mengadakan pesta syukuran. Menurut kepercayaan penduduk setempat pesta syukuran yang baik akan menghasilkan panen yang melimpah. Khawatir panen selanjutnya gagal, maka Pak Kikir terpaksa mengadakan pesta syukuran tersebut. Semua Penduduk desa diundang. Paar penduduk desa mengura akan mendapat makanan yang enak dan lezat dalam peta itu. Ternyata perkiraan mereka meleset. Pak Kikir hanya menyediakan lauk-pauk sederhana. Itu pun tidak cukup dibagikan untuk seluruh penduduk desa. Banyak penduduk desa yang hanya bisa mengelus dada.

"Huh! Sudah berani mengundang banyak orang ternyata tidak dapat menyediakan makanan. Sungguh keterlaluan!! Buat apa harta yang banyak itu" Umpat penduduk desa
" Dasar pelit!" akhirnya sebagian penduduk desa pun pulang dengan kecewa.
"Tuhan tidak akan memberikan berkah terhadap hartanya yang banyak itu" begitualah pergunjingan dan sumpah serapah dari orang miskin mewarnai pesta dan hari-hari selanjutnya di desa teresbut.

Pesta di desa Pak Kikir terdengar hingga ke desa-desa lainnya. Beberapa hari kemudian datang seorang nenek yang meminta sedekah kepada Pak Kikir.

"Tuan berilah saya sedekah, walau hanya dengan sesuap nasi..." rintih nenek itu.
"Apa sedekah? Kau kira untuk menanak nasi tidak diperlukan jerih payah, hah?" Bentak Pak Kikir kepada si Nenek
"Berilah saya sedikit saja dari hartaTuan yang berlimpah ruah itu..." pinta nenek dengan memelas, karena berhari-hari mencari makan tidak juga diperolehnya.
"Tidak!cepat pergi dari sini, kalau tidak aku akan menyuruh tukang pukulku untuk menghajarmu! " Bentak Pak Kikir semakin menjadi.
"Dasar pengemis malas!" Tambahnya.

Nenek tua itu tampak mengeluarkan air mata mendengar ucapan Pak Kikir.

Tanpa memperoleh apapun akhirnya nenek tua itu meninggalkan halaman Pak Kikir. Mendengar percakapan dan rintihan nenek tua itu, putra Pak Kikir yang sedang makan siang diam-diam menaruh kembali dan mengambil sisa dari jatah makan siangnya. Setelah itu Putra Pak Kikir langsung berpamitan untuk lekas bekerja, namun sebetulnya ia hendak mengejar nenek tua yang kelaparan itu.

Putra Pak Kikir menyusulnya hingga akhirnya dia bertemu nenek tua itu di ujung desa yang berbatasan dengan bukit. Ia kemudian memberikan makanannya. Alangkah berbinarnya sepasang mata nenek tua karena senangnya. Ia mengucapkan terima kasih dan mendoakan putra Pak Kikir "Sungguh baik Engkau nak. Semoga hidupmu lebih baik dan kelak Kau akan menjadi pemimpin yang baik"

Nenek itu harus segera melahap makanan pemberiannya dengan cepat. Putra Pak Kikir pun berpamitan.
" Maaf ya Nek, saya harus segera kembali ke ladang untuk bekerja dan selepas itu pulang ke rumah untuk melaporkan keadaan di sawah." Pinta Putra Pak Kikir.
" Baik Nak, sekali lagi kuucapkan terimakasih banyak atas kebaikanmu ini." Ujar nenk tua.

Setelah putra Pak Kikir pergi, nenek tua itu melanjutkan perjalannya. Sampai di bukit dekat desa, dia berhenti sejenak. Dari atas bukit dia melihat rumah Pak Kikir adalah yang terbesar dan terbagus di desa itu. Rumah penduduk di sekitarnya rusak dan tidak laik huni akibat dari ketamakan Pak Kikir.

Nenek tua itu marah karena kelakuan Pak Kikir. Ia berkata, "Ingat-ingatlah Pak Kikir keserkahan dan kecintaanmu terhadap jarta kelak akan menenggelamkan dirimu sendiri. Tuhan akan menimpakan hukuman kepadmu."

Itulah doa nenel tua yang dipanjatkan untuk Pak Kikir. Nenek tua itu kemudian menancapkan tongkat ke tanah. Kemudian ia melepaskan lagi dan melanjutkan perjalanannya. Tak berapa lama dari tanah yang ditancapkan oleh tongkatnya itu keluarlah air. Selama berlangsungnya waktu air itu semkin deras dan menjadi air bah. Air bah itu mengalir menuju desa Pak Kikir.

"Banjir!"
"Banjir!"  teriak beberapa orang penduduk desa yang sempat melihat terlebih dahulu dari bukit.

Penduduk desa lainnya panik melihat air bah itu.Putra Pak Kikir yang terlebih dahulu mendengar berita itu mengarahkan penduduk untuk segera mengngsi ke tempat yang dirasa baik untuk mengungsi. Berkat kepemimpinan dan kebaikannya selama ini anjuran dari Putra Pak Kikir ini disambut baik.Putra Pak Kikir terus menganjurkan penduduk lainnya untuk meninggalkan rumah mereka.

"Cepat tinggakanlah desa ini, larilah kalian ke atas buki yang aman." Seruan Putra Pak Kikir.
"Tapi swah dan ternak kita?" Tanya beberapa penduduk
"Kalian pilih harta atau jiwa? Sudah tidak ada waktu untuk membawa harta kalian!" Tegas Putra Pak Kikir

Watak manusia sangat menyukai harta bendanya. Dalam keadaan genting seperti itu masih ada saja orang yang tetap bermaksud mebawaharta dan ternaknya. Padahal banjira sudah merendam hinnga ke lutut penduduk dewasa.

Putra Pak Kikir yang bijak itu terus berteriak-teriak mengingatkan penduduk desa. Dia pun juga membujuk ayahnya untuk segera meninggalkan rumah.
"Ayah, cepat tinggalkan rumah ini, kita harus segera menyelamtkan diri!" Bujuk Putra Pak Kikir.
"Apa? lari begitu saja. Tolol! Aku harus segera mengambil peti hartaku yang kusimpadan di ruang bawah tanah." Balas Pak Kikir.

Karena tidak ada waktu lagi Putra Pak Kikir pun lari bersama penduduk desa untuk menyelamatkan diri. Sementara Pak Kikri terus mengumpulkan harta bendanya hingga ia terlambat menyelamatkan diri. Dia sanagat terlambat dan akhirnya tenggelam bersama air bah.

Sebagian penduduk desa dan Putra Pak Kikir selamat dari musibah tersebut. Mereka sangat sedih melihat desanya tenggelam. Kepemimpinan Putra Pak Kikir pun terlihat dia menenangkan penduduk desa dan memutuskan mencari daerah baru. Setelah lepas lelah akhirnya mereka menemukan daerah baru dan mengangkat putra Pak Kikir sebagai pemimpin desa baru mereka.

Putra Pak Kikir menganjurkan mengolah tanah yang telah dibagi rata. Berkat pengetahuannya bercocok tanam dan teknologi irigasi, beliau mengajarkan menanam padi dan mengairi sawah. Desa itu kemudian dikenan dengan nama Anjuran. Penduduk desa selalu mematuhi anjuran pemimpinnya. Kian lama desa itu berkembang menjadi kota Cianjur. Ci dalam bahasa Sunda cai artinya air dan anjur adalaha anjuran pemimpin mereka, maka kota ini dikenal dengan anjuran pemimpinnya dalam mengairi air ke sawah yang baik. Kota ini berkembang dengan baik hingga menjadi kabupaten di provinsi Jawa Barat yang terkenal karena berasnya yang gurih dan lezat.

alt

Tidak ada komentar:

Posting Komentar